Hendry!
Suara lembut seorang gadis membuyarkan konsentrasiku. Mata dan otakku kini beralih fokus dari cowok misterius yang berjalan menjauhiku. Mata dan otakku tertuju pada gadis cantik berhijab yang sudah berdiri di belakangku, namanya Anita. Dia adalah salah satu teman sekelasku. Kulitnya yang putih bersih membuatnya menjadi pribadona disekolah.
"Hendry, Tadi Pak Bayu manggil kamu keruangannya."
"Loh??? Kenapa?"
"Gak tau deh. Katanya kamu belum ikut ulangan matematika gitu."
"Ulangan yang mana sih?? Aku kan masuk sekolah terus."
"Gak tau deh. Kamu mending kesana aja. Daripada kena masalah. Iya kan?"
"Gak mau. Males ah."
"Gak boleh gitu Hen. Kalau kamu mengulur masalah kamu.. Nanti jadi makin besar lohh."
"Emm... Iyadeh. Makasih ya nit. Ntar aku kekantornya deh."
"Ok hen. Aku balik ke kelas ya. Hati hati disini. Berhantu loh. Hahahaha"
"Yaudah deh. Aku gatakut hantu kali."
"Iyadeh yang berani. Balik dulu ya."
"Ok..."
Hehhh... Pak Bayu memanggilku ke kantornya. Buat apa? Pasti masalah itu lagi.. Jujur sebenarnya aku sudah cukup pusing dengan ini semua. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Haruskan aku melepaskannya? Namun.. Apa mungkin aku bisa melupakan ia? Tidak! Aku harus mengambil keputusan.
****
Saat ini tubuh mungilku sedang menelurusi lorong lorong sekolah. Kaki kecilku menghitung inchi dari lembaran keramik putih. Dug dug dug. Jantungku semakin berdebar ketika aku semakin jauh melangkah. Saat ini aku menuju kesuatu ruang. Ruang seorang guru. Guru yang aku cintai. Sebagai pengajar, dan kekasih. Entah rasa sayang itu masih bertahan atau tidak. Aku tak mengerti.
Aku sudah berdiri didepan pintu. Pintu ruang guru yang terbuka lebar. Sepi, apa mungkin pak bayu disini? Syukurlah mungkin dia mengajar. Aku jadi tak perlu repot menghadapinya. Buat apa aku bertemu dia? Sudahlah.
Aku membalikkan badan.. Melangkah untuk menuju ke kelas. Terimakasoh Tuhan Kau meringankan bebanku sedikit. Persis ditikungan ruang Bimbingan Konseling sana. Ruang kelasku berada. Aku percepat langkahku. Bisa bisa aku ketauan pak bayu. Dan Pak Bayu menyuruhku keruangannya? Tidak. Aku tak mau. Syukurlah aku sudah didepan ruang BK. Tinggal berbelok dan aku akan...
Brukkk....
Seketika tubuhku terjatuh. Menghantam keramik putih. Sialan, bokongku perih sekali. Aku dongakkan wajahku. Aku ingin tau manusia apa yang mampu menabrakku sekencang itu. Sampai aku terjatuh seperti ini. Tak mungkin bila dia masih mampu berdiri. Dia pasti tower sutet. Dan, tak ku sangka. Orang itu masih berdiri tegap. Dengan kemeja hitam yang terlihat bidang dibagian dadanya. Ya, seperti yang kalian kira. Dia Pak Bayu.
"Hendry, gak papa? Maaf ya Bapak gak tau ada kamu."
Ia segera berjongkok dan melepaskan tasnya... Terbanting keras sekali. Laptopnya pasti rusak.
"Gak. Aku gak papa." aku memalingkan wajahku.
"Ssttt.. Cuek banget sayang." tangannya meraih daguku. Memaksa wajahku untuk menoleh ke wajahnya.. Wajah tampannya yang dihiasi senyumannya yang menawan. Tidak! Pasti dia melakukan itu kesemua orang. Aku tak boleh tertipu.
"Apaan sih" aku tepis tangannya..
"Galaknya, lagi dapet ya? Gabisa dipake dong malem ini. Hahahha" ia tertawa kecil namun wajahnya terlihat sangat bahagia. Hihhhh jijik. Aku hanya terdiam dan memandanginya dengan muka aneh. Apaan sih ini manusia. Gak jelas.
"Tadi dari ruang guru ya? Anita udah bilang?" tanya nya.
"Hmm.."
"Heyy.. Bangun yuk gaenak jongkok gini."
Ia mengulurkan tangannya. Aku memandangnya dengan wajah heran. Hey? Aku tak mau disentuh orang yang telah menyakitiku. Aku tepis tangannya. Dan segera berdiri.
"Aku udah gede. Aku bisa bangun sendiri."
Tak segaja aku menangkap ekspresi wajahnya. Wajah tampannya. Wajah yang dulu pernah kucium..
Ia segera mengikuti aku berdiri. Dan tubuh tegapnya kembali terlihat jelas di depan mataku.
"Ada apa? Anita bilang aku kurang ulangan? Ulangan apa?" tanyaku.
Ia hanya terdiam. Dan tersenyum manis ke arahku
"Dibicarain dikantor aja yuk. " tangannya meraih tanganku. Namun aku menolaknya. Menjauhkan tanganku supaya tangannya tak mampu menjangkauku lagi.
"Udah, ada apa sih? Disini aja kenapa?" ku jawab dia dengan nada judes. Mungkin dia akan marah dan meninggalkanku? Semoga. Tak mungkin dia tahan. Aku pun akan marah jika ada yang bertindak seperti ini denganku.
Namun, tak ku sangka. ia hanya tersenyum. Hahhh... Senyum palsu.
"Sebenernya. Cuman mau tanya. Kenapa kamu cuek akhir ini?"
"Dipikir aja."
"Maksudnya?"
"Dipikir aja. Kalau semisal kamu punya pacar. Sok setia, sok cinta. Ternyata dia punya selingkuhan. Kamu bakal gimana?"
"Maksudnya? Kamu nuduh aku selingkuh?"
Aku hanya diam dan mengalihkan pandanganku ke parkiran sekolah.
"Hey, aku cuma cinta kamu. Pacarku cuma kamu Hen."
"Gak usah sok acting. Aku udah tau."
"Tau apa?"
Aku hanya diam. Masih menatap parkiran sekolah yang seakan membuatku terpesona
"Sayang..." suara khas pria nya kembali kudengar.
Kesabaranku kini sudah abis. Aku harus bertindak. Dia harus tau aku sudah tau semua rahasianya.
"Hey! Aku tau semuanya! Cowok yang nelpon kamu malam malam! Waktu kamu tidur! Aku yang angkat! Dia manggil kamu sayang!"
Pak Bayu nampak shock dia terdiam dan memandangku lekat. Pasti dia bingung kenapa aku tau semuanya.
"Kenapa diam? Kaget? Udahlah gak penting."
Aku melangkah melewatinya. Aku malas berlama lama dengannya. Rasanya kehadirannya seperti ruang racik obat berjalan. Bikin muak. Aku harus segera melarikan diri dari sini..
*sreeeekkkkk*
Tangannya menarik tanganku. Badanku terhempas mundur dan kembali menabrak badannya. Tangan kekarnya memeluk tubuhku erat.. Hangat, tubuhnya terasa hangat mendekapku. Degup jantungnya juga bisa kudengar.
"Sayang... Maaf." Bibirnya kini berucap lembut, mengeluarkan kata kata yang dengan cepat mampu aku dengar
"Lepasin! Ini sekolah! Kamu gila!" aku berusaha memberontak.. Menarik tangannya. Memukul tangannya. Mencakarnya. Namun sia sia. Dia masih memelukku erat. Sangat erat.
"Kita didekat ruang bk sekarang. Aku bisa aja teriak. Dan kamu bisa dipecat. Bahkan dilaporin ke polisi."
Nampaknya ancamanku kali ini berhasil. Tangannya mulai melepaskanku. Tak ada tangan kekar lagi yang mengikat tubuhku dengannya. Segera aku berbalik dan memandang dia. Dia menunduk lemas. Dia seperti orang yang kehabisan harapan. Kelam. Wajahnya mulai terangkat perlahan. Bibirnya kini mulai membuka. Tangannya bergerak, berusaha meraih tubuhku lagi. Aku mundur selangkah. Aku tak mau jatuh kelubang yang sama.
"Hendry.. Maaf.. Maaf.. Ini bisa dijelasin"
Badannya bergerak maju mengikuti ku yang mundur perlahan. Matanya berkaca, dan wajahnya nampak kusam. Ini bukan seperti Pak Bayu yang biasanya. Apa ini saat lemah hati pak bayu?
"Gak, gak perlu. Aku gabutuh."
"Hendry... Maaf... Maaf.. Maafin a....."
Tapp... Tapp.. Tapp... Terdegaar suara langkah kaki dengan tiba tiba. Suara itu menyela ucapan pak bayu yang terdengar memelas..
"Sepasang mawar tumbuh didalam halaman. Saling menjaga, saling mencinta. Walaupun berpagar. Tak menjamin rumput tumbuh disekitarnya. Mawar yang indah, rapuh, namun berbahaya"
Suara seorang laki laki bergema dilorong sekolah tempatku berdiri sekarang. Suara yang berasal dari belakang ku. Aku berbalik. Aku tangkap sesosok anak laki laki. Namun ia membelakangiku. Yang terlihat hanyalah ia menggendong tas hitam polos dipunggungnya. Pria itu! Aku seperti mengenalnya. Pria dengan ucapan aneh. Apa mungkin dia pria yang ditaman tadi? Iya tidak salah lagi dia yang barusaja aku temui ditaman. Tapi tunggu dulu. Darimana dia tau aku disini?
"Hey! Kamu siapa" aku mencoba bertanya.. Jujur aku masih penasaran
"Kamu anak sini kan?" Pak Bayu ikut mencoba bertanya.
"Bawalah waktumu, dan pergilah Hendry.. Kring. . Kring. . Kring. ." Ia melangkah pergi menjauh. Melangkah kearah gerbang sekolah. Aku terpaku. Memandangi nya. Jalannya nampak tenang sekali. Namun,tak lama *kkkkrriiiiiinggggggg* bel jam pulang sekolah berbunyi. Semua anak kuar dari kelasnya. Ramai sekali. Haduhhhh aku kesulitan mencari pria tadi. Dan sudahlah, pria itu menghilang dikermaian. Kenapa! Kenapa ia menjawab dengan perkataan yang bahkan tak aku mengerti. Ohhh bagus aku baru sadar. aku melwatkan satu pelajaran sekolah. Aku balikkan badanku. Menatap sosok pria gagah didepanku.
"Aku mau pulang."
"Aku anter ya sayang."
Tangannya meraih tanganku.
"Gak. Aku mau pakai angkot."
"Yaudah aku nanti kerumah kamu ya."
"Jangan harap aku dirumah."
Aku berbalik dan pergi menuju kelasku. Dan berlalu pulang...
**BAYU POV**
"Tuhan, kenapa ini? Apa karna Kau mengharamkan hubungan ini? Lalu Engkau mempersulit hubunganku?"
Aku putus asa. Hitam.. Segalanya hitam. Aku bingung harus apa. Ya Tuhan bantu aku. Aku berjanji akan kembali kejalanMu. Namun, berikan aku kesempatan terakhir utuk menjalin cinta dengan pilihanku.
Aku berbalik.. Menuju kantorku. Untuk kembali kerumah. Ahhh hidupku tanpa semangat...
*****
Ditepi jalan ini, aku parkirkan motorku. Aku duduk diatasnya. Melihat kearah rumah sederhana yang hanya berjarak 8 meter dari tempatku ini. Rumah tempat malaikatku tinggal. Aku masih setia menyentuh layar ponselku. Mengirim pesan keseseorang yang sangat aku cinta..
-Sayang, aku dideket rumahmu. Keluar dong.-
-sayang???? Sebentar aja-
-Please-
Berkali kali aku mengiriminya pesan.. Namun tak ada satupun yang ia jawab.. Malam semakin larut. Dan sinar bulan pun tertutupi. Apa ini mendung? Bagaimana bila hujan nanti? Aku bisa basah kuyup.. Apa aku pulang saja ya?
Tidak. Demi cintaku. Aku takkan menyerah.
*beep beep*
Ponselku bergetar. Segera aku menyalakan ponselku
1 UNREAD MESSAGE FROM 'Ma Wife'
Ini? Pesan Hendri segera aku membukanya
"Aku keluar ya.. Aku mau berduaan sama kamu. Aku tunggu ya.. Sayang"
Wajahku kini dihiasi senyum yang merekah indah dibibirku. Hendri.. Dia memaafkanku?! Aku segera masukkan ponselku. Memakai helmku. Dan melaju kerumahnya.
Seorang cowok manis dengan kaus merah dan jeans biru berdiri didepan rumahnya. Dia! Pacarku tercinta.
*tiiinnnn* ayo sayang! Aku lambaikan tanganku.
Hendri segera menghampiriku dan naik keatas motorku. Tangannya mendekap tubuhku. Wajahnya ia senderkan dipunggungku. Senangnya...
"Mau kemana sayang?" tanyaku
"Kegubuk deket danau ami aja yuk. Mau kan?"
"Ok dehh.... Pegangan ya"
*bruummmm*
Suara mesin motorku terdengar keras. Bagai meluapkan seluruh rasa kebahagiaanku.
---
Selama diperjalanan... Hendri mendekapku erat. Walaupun itu dijalan ramai. Ataupun dilampu merah. Tak jarang orang orang memperhatikan Hendri. Memperhatikan Hendri dan Aku seperti jijik. Itu membuatku harus repot repot membuka helm dan bertanya kenapa mereka memandangi kami seperti itu. Namun, tak ada satupun orang yang berani menjawab.
Kini.... Aku dan hendri sudah sampai didepan gubuk. Aku memakirkan kendaraanku.. Dan mengajak Hendri untuk turun.
"Sayang...." suara Hendri yang lembut memanggilku. Tangannya meraih tanganku.. Dan kepalanya ia sandarkan dibahu kananku.. Reflek, aku mengelusnya dengan tangan kiriku.
"Iya??"
"Kamu sayang aku gak?"
"Pasti lah sayang."
"Sekarang, jelasin apa yang udah terjadi sama hubungan kita? Siapa cowok itu?"
Aku menghadap Hendri. Wajahnya yang tenang nampak sangat manis. Aku raih kedua tangannya. Tangan mungil miliknya yang halus..
"Sayang... Dia cuman mantanku. Dia ngejar ngejar aku. Aku gak cinta dia."
"Apa kamu bener gak cinta dia?"
"Iya sayang. Beneran."
Tangan lembut Hendri menyentuh pipiku. Mengelus pipiku. Ia tersenyum padaku..
"Apa kamu gak cinta dia?"
Aku menunduk lesu..
"Sedikit."
"Sayang.. Kamu gak perlu malu untuk cinta seseorang. Kamu tampan. Pasti banyak yang suka kamu."
Aku memandang wajah Hendri yang tenang. Ia mulai mengatakan sesuatu lagi.
"Aku minta maaf udah marah marah."
"Jadi.. Kamu percaya aku?"
"Iya.."
"Makasih ya sayang. Makasih." aku memeluknya menciumnya. Senangnya hatiku
"Tapi....." Hendri memotong perkataannya.
"Tapi apa?"
Ia menunduk lesu.
"Maaf aku gak bisa lanjutin ini lagi. Aku mau putus."
Jlebbb.... Rasanya seperti tertusuk pisau ditepat tengah dadaku. Kenapa!
"Kenapa?! Aku... Aku cinta kamu Hend!"
"Kita udah gak cocok lagi."
"Beri aku kesempatan" aku berlutut dihadapannya. Memohon sepenuh hati... Gak akan mau aku berpisah. Hendri! Harus Hendri!
"Maaf.." Hendri hanya memalingkan wajahnya.
"Ok. Ini keputusanmu"
Aku berdiri. Dan berjalan mendekat kearah danau.
"Bayu! Kamu mau ngapain!"
"Jika aku bukan milikmu. Aku takkan jadi milik siapapun. Aku akan kembali ke penciptaku."
"Bayu! Jangan! Pikirin hidupmu! Masa depan!"
"Gak akan ada masa depan!"
"Kalau kamu cinta aku kamu gak akan lakuin itu."
"Kalau kamu cinta aku. Kamu gak akan putusin aku!"
Hendri berdiri dan mencoba meraihku.
Namun keputusanku sudah bulat. Loncat.
"Selamat tinggal" ucapku
Aku meloncat kearah danau.
*bluppp* tubuhku basah terkena air danau yang terasa sangat dingin. Samar aku mendengar suara hendri yang meminta pertolongan. Tuhan. Jika ini ujung hidupku. Jagalah Hendri dengan baik. Aku mencintanya lebih dari apapun. Aku mencintainya seperti aku mencintai keluargaku.. Masih sedikit mampu aku mendengar suara Hendri dan warga yang berdatangan. Hingga semuanya hening... Dan gelap...